Disrupsi adalah alasan utama dibalik urgensi transformasi. Selain disrupsi, transformasi digital juga didorong oleh berbagai trend perkembangan di dunia, seperti demoktratisasi informasi melalui sosial media, dukungan teknologi, perubahan gaya hidup dan perubahan demografis yang didominasi oleh pertumbuhan penduduk produktif Gen Z dan Gen Alfa yang memiliki akses informasi yang luas. Selain itu, di sisi industri juga terdapat berbagai kondisi yang memaksa diperlukannya transformasi digital seperti kebutuhan efisiensi, krisi ekonomi, keingindan untuk kendali dan akses penuh pada sistem produksi serta Upaya untuk memenangkan persaingan. Transformasi digital adalah salah satu jawaban yang dapat diasosiasikan dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Transformasi digital bukanlah kegiatan yang dapat berjalan dalam waktu cepat, memerlukan proses dan komitmen industri. Secara sederhana, Merujuk pada Alamsjah dan Luis (2022) komitmen industri untuk mentransformasi operasi bisnisnya perlu mengikuti tiga tahapan utama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.

Gambar 1 Proses transformasi digital

Digitasi adalah tahapan awal dalam transformasi digital. Pada tahap ini, perubahan sederhana dilakukan yaitu menkoversi data atau informasi analog ke dalam bentuk digital. Penyimpanan digital akan mempermudah proses penyimpanan, arsip, penyebaran data dan informasi yang lebih cepat tetapi tentu memperhatikan keamanan data. Proses digitasi sudah dilakukan secara massif oleh industri misalnya bagaimana bak mengubah fisi kertas menjadi pdf atau database digital, Rumah sakin memindah rekam medis pasien dari kertas ke sistem computer hingga blueprint project Pembangunan yang disimpan dalam bentuk file CAD.

Digitalisasi kelanjutan dari proses digitasi yang hanya focus pada pemindahan data secara digital. Pada tahap ini digitalisasi secara lebih jauh melibatkan aspek teknologi digital dalam proses bisnis dan operasi industri sehingga memudahkan proses, lebih andal, efisien dan cepat. Pada tahap ini juga, digitalisasi berupaya untuk mengubah cara kerja dan meningkatkan pencapaian kinerja proses bisnis yang sudah ada. Proses digitalisasi yang sudah dilakukan misanya adalah penerapan RFID untuk pencatatan atau pelacakan barang sehingga proses inventory berlangsung lebih cepat dan efisien.

Terakhir, transformasi digital berupaya untuk mengintegrasikan teknologi digital dalam area bisnis yang menghasilkan perubahan besar dalam beropeasi untuk menghasilkan nilai baru (value) atau optimasi proses. Berbeda dengan proses digitalisasi yang hanya meningkatkan kualitas pelayanan atau efisiensi, tetapi pada transforasi digital memungkinkan terjadinya disrupsi atau kabinalisasi bisnis industri yang lama. Transformasi digital yang sukses dan mampu mendisrupsi adalah apa yang telah dilakukan oleh Bank Jago dan Netflix. Bank Jago tidak hanya mengubah proses bisnis dari bank konvensional tetapi juga menjadi bank digital sepenuhnya untuk memberikan nilai dan meningkatkan efisiensi. Netflix yang awalnya melakukan proses digitasi DVD menjadi file digital telah mampu bertransformasi digital mengubah model bisnis hiburan berbasis streaming dan diperkuat dengan data dan AI untuk merekomendasikan produk ke pelanggan untuk customer satisfaction.

Digitasi, digitalisasi, dan transformasi digital merupakan tahapan yang saling berkaitan namun memiliki tujuan dan dampak berbeda. Proses ini tidak hanya sekadar memindahkan data ke bentuk digital, tetapi juga mendorong perubahan mendasar dalam cara kerja, model bisnis, serta penciptaan nilai baru. Keberhasilan transformasi digital pada akhirnya ditentukan oleh sejauh mana teknologi mampu dimanfaatkan untuk memberikan keunggulan kompetitif dan meningkatkan pengalaman pelanggan.

 

Industry 5.0: Arah transformasi digital berbasis human centric dan sustainable

Transformasi digital searah dengan perkembangan Industry 4.0 yang mengedepankan aspek otomasi. Tetapi, dalam perkembangannya, baik transformasi digital maupun Industry 4.0 dituntut tidak hanya soal efisiensi, otomasi atau pemanfaatan data yang komprehensif dalam pengambilan Keputusan. Industri membutuhkan lebih dari itu, industri memerlukan keberlanjutan, industri memerlukan bisnis yang resilient dan bahanan industri memerlukan operasi yang berpusat pada manusia (human-centric) sehingga proses bisnis mampu beroperasi secara optimal dan ramah.

Pada proses tersebut, Industri 5.0 yang awalnya dinisiasi oleh Jepang melalui Society 5.0 kemudian muncul dan massif diperdebatkan. Industri 5.0 fokus pada penambahan dan optimasi nilai berbasis pada manusia dan menjamin proses berkelanjutan. Hal ini tentu berbeda dengan Industry 4.0 yang hanya focus pada digitalisasi, smart manufacturing dan automation driven yang selanjutnya memerlukan sentuhan ‘manusia’. Industry 5.0 menginisiasi kolaborasi manusia-mesin secara optimal untuk menjamin keberlanjutan dan resilience menghadapi krisis [1].

Ide dan pemikiran Industry 5.0 semakin kuat menggema pada kalangan praktisi sejak dunia dihajar oleh krisis yang berdampak global seperti Covid-19, krisis ekonomi regional dan global, isu geopolitik dan perperangan dan disrupsi rantai pasok yang menghambat proses operasi industri. Selain itu, dunia juga telah menyepakati agenda global Pembangunan berkelanjutan yang disusun dalam 17 tujuan Pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang perlu diintegrasikan dalam semua proses bisnis industri. Konsumen juga sudah menyadari dan concern terhadap Pembangunan berkelanjutan, pencemaran lienkungan hingga permintaan yang tidak pasti (uncertain) [2]. Sehingga, dalam hal ini Industry 5.0 menjawab berbagai tantangan tersebut untuk melahirkan operasi industri yang efisien sekaligus resilient.

Transformasi digital tentu perlu berbasis pada Industry 5.0 yang mengusung human-centric operations dan sustainable development. Transformasi digital yang mengusung Industry 5.0 dikembangkan berdasarkan tiga pilar utama yaitu human-centric, sustainable, dan resilient operations. Sehingga operasi industri selain mengedepankan otomasi tetapi juga menghasilkan value yang sesuai dengan keinginan konsumen pada berbagai kondisi ketidakpastian.

Berbagai kasus pada transformasi digital berbasis Industry 5.0, human centric dan sustainable development

Transfromasi digital bukan lagi angan-angan melainkan sudah terimplementasi dalam berbagai segi proses bisnis industri. Proses bisnis yang mengedepankan otomasi, berbasis kepada manusia, resilient dan berkelanjutan telah berhasil memberikan nilai tambah yang optimal pada pelanggan sekaligus meningkatkan keuntungan. Pada aspek rantai pasok misalnya perusahan global seperti Unilever telah memanfaatkan blockchain, bigdata  dari satellite dan artificial intelligence untuk menjamin traceability bahan baku pada berbagai kondisi ketidakpastian termasuk menyikapi food waste dan kepuasan pelanngan [3].

Transformasi digital juga telah berkembang dengan pesat dengan dilahirkannya pemanfaatan teknologi IoT untuk traceability produk mudah rusak (perishable) seperti daging. Data yang telah dikumpulkan melalui IoT dapat dianalisis dan dipantau kualitasnya secara real-time dengan memanfaatkan artificial intelligence (AI) dan machine learning. Hasil Penelitian tim dari Universitas Bina Nusantara telah menghasilkan teknologi monitoring kualitas secara efisien dan akurat menggunakan machine learning dari data IoT untuk produk mudah rusak (perishable) dan dapat dimanfaatkan oleh Industri [4].

Transformasi digital pada industri sebesar siemens yang menghasilakn mindsphere IoT platform untuk memprediksi potensi kerusakan di industri. Perangkat tersebut mampu memonitor kinerja dan kondisi mesin atau asset lainnya sehingga dapat diperkirakan mesin mati atau perlu perbaikan (https://documentation.mindsphere.io/MindSphere/concepts/concept-iot.html). Kebutuhan IoT dan data yang diintegrasikan dengan sistem manufaktur untuk prediksi dan pengambilan Keputusan dalam industri diperlukan sebagai Langkah transformasi yang jelas dan menghasilkan efisiensi industri yang lebih optimal. Penggunaan data dan informasi yang bermutu yang diperoleh dari IoT dan dilengkapi dengan analisis mendalam akan mampu meningkatkan performa mesin dan terkoneksi secara digital untuk lebih mudah diakses [5].

Pada operasi rantai pasok, Walmart secara luas juga telah memanfaatkan blockchain untuk monitoring kualitas dan traceability products selama transportasi dan distribusi. Walmart bekerja sama dengan IBM untuk mendokumendasikan semua produk yang mereka jual dan disimpan secara aman di dalam teknologi blockchain. Teknologi blockchain juga dimanfaatkan oleh Perusahaan farmasi raksasa Maerks untuk mendokumentasikan dan memonitor distribusi produk pada rantai pasok global. Teknologi blockchain di Maersk tersebut juga dilengkapi dengan smartcontract agar semua stakeholder yang terlibat selama distribusi dapat terlibat dalam pertukaran informasi. Teknologi dan proses tersebut mampu menurukan waktu tunggu hingga 40% selama distribusi, menurunkan biaya distribusi dan efisiensi dalam komunikasi dan pertukaran data.

Banyak contoh dan studi kasus yang dapat dijadikan sebagai ilustrasi keberhasilna penerapan transformasi digital berbasis industry 5.0 yang mengedepankan human-centric dan sustainability. Artinya, masih terbuka peluang yang lebar dalam memaksimasi pemanfaatan teknologi untuk mendorong industri lebih efisien dan berkelanjutan.

References

[1]        European Commission, “Industry 5.0: Towards a Sustainable, Human-Centric and Resilient European Industry,” Factories of the Future: Technological Advancements in the Manufacturing Industry.

[2]        S. Nahavandi, “Industry 5 . 0,” Sustainability, vol. 11, pp. 43–71, 2019.

[3]        Unilever, “Unilever Sustainable Living Plan 2010 to 2020 – Summary of 10 years’ progress,” Unilever, no. March 2021, pp. 1–39, 2021, [Online]. Available: https://www.unilever.com/files/92ui5egz/production/16cb778e4d31b81509dc5937001559f1f5c863ab.pdf

[4]        M. Asrol, Suharjito, and R. Jayadi, “An Optimized Hybrid Model for Perishable Product Quality Inference in the Food Supply Chain,” Emerg. Sci. J., vol. 9, no. 1, pp. 485–503, 2025, doi: 10.28991/ESJ-2025-09-01-027.

[5]        J. Lee, B. Bagheri, and H. A. Kao, “A Cyber-Physical Systems architecture for Industry 4.0-based manufacturing systems,” Manuf. Lett., vol. 3, pp. 18–23, 2015, doi: 10.1016/j.mfglet.2014.12.001.