Alokasi keuntungan yang adil untuk industri gula yang berkelanjutan
Picture source: http://riakusumadewi.blogspot.com/2016/06/karakteristik-gula-tebu.html
Alokasi keuntungan sering sekali menjadi permasalahan utama dalam rantai pasok, seperti yang telah ditemukan oleh banyak peneliti pada industri kelapa sawit, jagung, dairy, kopi bahkan industri gula. Berbicara tentang industri gula di Indonesia, sudah menjadi rahasia bersama bahwa industri ini menghadapi berbagai tantangan mulai dari aspek hulu hingga hilir rantai pasoknya. Permasalahan utama yang sering menjadi konflik dalam rantai pasok adalah ketidakadilan alokasi keuntungan antar pelaku dalam rantai pasok.
Alokasi keuntungan yang tidak adil dapat mengancam keberlanjutan rantai pasok, motivasi pelaku menjadi rendah, kurangnya koordinasi dan saling percaya antar pelaku bahkan menjadi ancaman berarti dalam menurunnya efisiensi rantai pasok. Banyak peneliti telah menemukan bahwa pada umumnya dalam rantai pasok, terutama yang industri melibatkan sumber daya alam terjadi bahwa pelaku di hulu menanggung risiko yang paling tinggi sedangkan pelaku di hilir dapat menikmati keuntungan yang maksimal dengan risiko yang cenderung sangat rendah.
Hal ini juga terjadi pada industri gula yang pada umumnya hanya disusun atas 3 pelaku yaitu petani, pabrik gula dan distributor. Tentu, jika dilihat dari pelakunya sudah jelas pihak mana yang sering mengalami kerugian dan menghadapi risiko yang paling tinggi.
Terdapat banyak metode yang telah dikembangkan dalam mengalokasikan keuntungan yang adil dalam rantai pasok, diantaranya regresi linear, reward sharing, simulasi dan pendekatan kelembagaan. Pada kasus ini, peneliti menyelesaikannya dengan pendekatan rantai pasok kooperatif dan mengembangkan teknik fuzzy shapley value. Peneliti juga secara komprehensif memperimbangkan nilai tambah dan nilai risiko pada setiap pelaku rantai pasok sebagai dasar untuk mengalokasikan keuntungan secara adil antar pelaku.
Konsep utama yang diasumsikan pada pendekatan rantai pasok kooperatif adalah semua pelaku bersedia untuk melakukan information sharing, membagi nilai tambah dan keuntungan, memitigasi risiko secara bersama untuk meningkatkan keberlanjutan rantai pasok dan daya saing perusahaan. Hasilnya bahwa model yang dikembangkan mampu mengalokasikan keuntungan secara lebih adil antar pelaku dengan memperhatikan nilai risiko dan nilai tambah pada setiap pelaku.
Tentu, jika konsep ini mampu diimplementasikan di lapangan dengan memperhatikan berbagai asumsi yang ada dapat saja meningkatkan efisiensi dan produktivitas industri gula di masa mendatang.
Tulisan ini disarikan dari: