Komponen Penting Paper Ilmiah: Bagaimana Menjelaskan Kontribusi Penelitian Anda

Image source: https://www.business2community.com/inbound-marketing/the-5-step-marketing-research-process-01269959

Setiap paper ilmiah wajib perlu mengandung penjelasan mengenai kontribusinya. Kontribusi ini dijelaskan dalam konteks publikasi sebelumnya. Kita tidak menulis konstribusi kita tanpa menuliskan hasil-hasil pendahulu kita.

Selain berguna dari sisi ekonomi, sosial, ataupun pengetahuan dan budaya, untuk bisa dipublikasi, paper harus mengandung kontribusi keilmuan. Dalam tulisan ini, kita memberikan gambaran mengenai penulisan kontribusi sebuah paper. Ini sering disebut sebagai state-of-the-art.

Aspek bahwa setiap paper harus memiliki konstribusi keilmuan merupakan satu hal yang membedakan paper ilmiah dan koran. Di media massa seperti itu, semua orang bisa membicarakan persoalan yang sama dan menulis perspektif mereka. Paper ilmiah tidak begitu. Setiap paper perlu memaparkan kontribusi keilmuannya.

Bagaimana menulis komponen ini adalah topik pembicaraan kita di sini. Dan kita akan menggunakan pendekatan yang sama, seperti halnya tulisan yang lain, kita selalu menggunakan contoh untuk mendemonstrasikan ide yang ingin disampaikan.

Kita mulai dengan paper yang ditulis ketika kerajaan Majapahit masih berdiri. Sepertinya, Anda pernah mendengar dagelan ini sebelumnya. Artikel yang kita maksudkan adalah berikut ini.

Watson, James D., and Francis Crick. (1953). A structure for deoxyribose nucleic acid. Nature 171, 737–738.

Watson dan Crick (1953) memaparkan state-of-the-art dengan cara sangat sederhana. Terbaik yang pernah saya jumpai. Bahasanya langsung dan tanpa tedeng aling-aling.

Watson dan Crick (1953) hanya mendiskusikan dua paper sebelumnya. Pertama adalah paper Pauling dan Corey (1953). Kedua adalah paper Fraser.

Dalam papernya, Watson dan Crick (1953) ingin mengajukan struktur baru untuk DNA. Dengan lugas mereka menulis, struktur DNA sudah pernah diajukan oleh Pauling dan Corey (1953). Lalu, mereka menjelaskan lebih detil proposal Pauling dan Correy (1953) dan perbedaan dengan model mereka. Mereka menulis: model Pauling dan Correy (1953) memiliki tiga rantai; model kami hanya dua rantai. Lebih dalam lagi, mereka memaparkan dua kritik terhadap model Pauling dan Correy (1953). Tahukah Anda bahwa Linus Pauling menerima hadiah Nobel dua kali?

Di samping itu, Watson dan Crick (1953) juga menulis bahwa ada juga model yang diajukan oleh Fraser. Hanya model Fraser kurang jelas, dan mereka memutuskan untuk tidak membicarakannya.

Buat saya, Watson dan Crick (1953) mendemonstrasikan penulisan state-of-the-art yang sempurna: pendek dan jelas.

Sedikit peringatan, untuk paper di masa sekarang ini, Anda perlu mengulas (review) lebih banyak paper yang relevan. Hanya mengulas dua paper sudah jelas tidak mencukupi.

Saya melihat state-of-the-art seperti puzzle. Kita memiliki potongan-potongan tidak beraturan. Potongan-potongan menggambarkan paper-paper yang ada; satu potong puzzle sama dengan satu paper. Kita menyusun potongan-potongan tersebut dengan melihat bagian-bagian yang berhubungan. Kita mencoba memperoleh struktur, mencoba mendapatkan gambaran besar dari potongan-potongan yang ada. Memperlihatkan hubungan antara penelitian sebelumnya.  Memberikan peta pada pembaca.

Dalam asosiasi puzzle di atas, kita juga memperlihatkan potongan yang masih kurang, yang dibutuhkan untuk melengkapi gambar secara keseluruhan. Di situlah, paper kita akan masuk. Di situlah kita akan berkontribusi.

Berikut, kita analisis paper yang lebih modern. Data mengenai paper ini adalah sebagai berikut.

Laroche, M., Habibi, M. R., & Richard, M. O. (2013). To be or not to be in social media: How brand loyalty is affected by social media? International Journal of Information Management, 33(1), 76-82.

Sebelum memaparkan strategi penulisan state of the art dari paper Laroche dkk (2013), perlu kiranya untuk mengetahui konteks, latar belakang dan gambaran lengkap mengenai apa yang ingin dicapai atau diberikan paper. Tanpa ini, kita tidak punya target, tidak tahu apa yang mau dicapai.

Menurut Laroche dkk (2013), loyalitas konsumen pada sebuah produk telah mampu dijelaskan dengan teori Customer Centric Model (CCM). Teori ini klasik dan diterima secara luas. Teori ini mengatakan bahwa konsumen loyal karena barang yang mereka beli dipandang berharga oleh masyarakat, di samping faktor lainnya. Singkat kata, CCM adalah teori yang mampu menjelaskan mengapa seseorang loyal pada sebuah produk. Untuk mendapatkan loyalitas, pelaku bisnis perlu memperhatikan faktor-faktor dan relasi antar faktor seperti yang dijabarkan oleh teori CCM.

Laroche dkk (2013) ingin mengajukan bahwa hubungan yang diatur dalam CCM bisa dijembatani oleh media sosial, dan akan menjadi lebih baik, lebih cepat. Perkembangan teknologi tidak otomatis membuat teori klasik usang.

Laroche dkk (2013) memperlihatkan bahwa media sosial memfasilitasi—mempercepat dan mempermudah—terbentuknya konsumen yang loyal. Inilah kontribusi mereka.

State-of-the-art yang Laroche dkk (2013) tulis untuk meletakkan paper mereka dalam struktur publikasi sebelumnya adalah sebagai berikut. Pertama mereka sampaikan, dengan terbuka, bahwa

… bagaimana media sosial berperan sebagai tempat untuk branding belum sepenuhnya dipahami ….

Lalu, dengan luar biasa malasnya Laroche dkk (2013) menulis hal-hal yang telah dilakukan berhubungan dengan branding di media sosial sebagai:

… Studi sebelumnya mengenai pemasaran dan branding di media sosial hanya mengenai penjelasan mengenai media sosial, definisinya, karakteristiks, dan saran dalam memanfaatkan media sosial untuk branding dan mengatasi hambatan yang ada  (Edelman, 2010; Hanna, Rohm, & Crittenden, 2011; Kaplan & Haenlein, 2010; Kietzmann, Hermkens, & McCarthy, 2011).

Perhatikan beberapa sitasi dikumpulkan dalam satu kalimat. Luar biasanya malasnya. Omong-omong, saya terkadang melakukan itu.

Mereka ingin menekankan bahwa bagaimana media sosial berperan dalam dinamika internal proses branding secara mendalam belum didiskusikan.

Saya pribadi melihat penjelasan state-of-the-art ini buruk sekali. Beberapa sumber dikumpulkan dan disatukan dalam satu pernyataan panjang. Akibatnya, kita tidak tahu konstribusi masing-masing artikel. Rasanya tidak mungkin bahwa semua artikel tersebut memberikan konstribusi yang sama. Mestinya kontribusi setiap artikel bisa dijelaskan dengan lebih detil.

Contoh kedua ini tidak mendemonstrasikan penulisan state-of-the-art yang baik sepertinya halnya contoh pertama. Kita beruntung membicarakan contoh ini. Untuk belajar, rasanya penting untuk melihat hal yang baik dan juga melihat hal yang buruk.

Mari kita lanjutkan diskusi kita mengenai penulisan state-of-the-art. Mari kita lihat hal yang lebih realistis dewasa ini. Kita akan menggunakan paper berikut sebagai contoh.

Mangen, A., Walgermo, B. R., & Brønnick, K. (2013). Reading linear texts on paper versus computer screen: Effects on reading comprehension. International journal of educational research, 58, 61-68.

Sebelum kita menjelaskan bagaimana penulis menulis state-of-the-art, kita perlu tahu kontribusi yang akan diberikan oleh penulis, target yang akan dicapai penulis. Karena penulis perlu memaparkan studi literatur dalam konteks topik penelitian mereka sehingga terlihat adanya celah di mana penulis dapat memberikan kontribusi.

Penulis ingin melihat apakah media baca, dalam hal ini hanya dua media:  elektronik dan kertas, mempengaruhi pemahaman mengenai sebuah topik. Hanya itu; sederhana sekali. Buat mereka yang suka dengan kreatifitas dalam penggunaan statistik, saya sarankan untuk membaca paper ini karena Anda akan melihat penggunaan koefisien determinasi R2 yang cukup kreatif.

Untuk memperoleh gap atau celah keilmuan, penulis memaparkan banyak hal sehubungan dengan studi mengenai media baca dan pemahaman. Di antaranya, mereka menulis bahwa sudah dilakukan studi mengenai:

  • pengaruh tulisan dalam bentuk hypertext pada kognisi (DeStefano dan LeFevre, 2007),
  • pengaruh media baca pada pemahaman untuk teks pendek (Rice, 1994)
  • pengaruh media presentasi pada pemahaman (Garland dan Noyes, 2004),
  • pengaruh media baca pada beban kognisi (Wastlund, 2005)
  • pengaruh media baca pada evaluasi esai dan anotasi (Johnson and Nadas, 2009), dan
  • perbedaan antara membaca di komputer dan kertas (Noyes dan Garland, 2003)

Apa yang saya paparkan di atas hanyalah bagian kecil dari yang Mangen dkk (2013) lakukan. Untuk lebih lengkapnya, saya sarankan pembaca untuk mendapatkan paper tersebut. Potongan kecil paper mengenai state-of-the-art mereka bisa dilihat berikut ini.

Kita telah sampai di ujung tulisan. Terima kasih masih setia membaca. Mudah-mudahan tulisan ini berguna walapun sedikit. Sebelum Anda pergi meninggalkan tulisan ini, satu pesan penting perlu saya sampaikan.

Mengetahui dan menjalankan bisa jadi adalah dua hal yang berbeda, bisa sangat berbeda. Untuk mengetahui, seringkali tidak sulit. Untuk menjalankan, seringkali jauh lebih sulit. Mengetahui bagaimana menulis paper tidak sesulit menulis paper itu sendiri.

Kemampuan kita untuk mengeksekusi apa yang kita ketahui, saya pandang itu sebagai seni hidup. Anda perlu memikirkannya, dan menemukan cara Anda. Saya menjalannya dengan cara berikut.

Saya akan membaca paper satu demi satu, minggu demi minggu. Untuk setiap paper yang saya baca, saya tulis di perangkat pengolah data (spreadsheet). Di situ, saya membuat beberapa kolom: satu kolom untuk nama penulis dan tahun, dan satu kolom untuk kontribusi keilmuan. Hal ini, saya ulangi untuk paper yang lain. Ini memang melelahkan dan menyebalkan. Untuk membuat Anda merasa lebih baik, bandingkan keadaan Anda sekarang dengan peneliti jaman dulu. Jaman dulu, ketika nabi Adam dan Hawa masih hidup, peneliti menuliskan hasil penelitian sebelumnya di semacam kartu. Satu kartu per topik karena setiap kartu hanya menampung beberapa kalimat. Silahkan dibayangkan.

Hasil dari proses di atas adalah sebuah daftar; isinya:  hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Lalu, saya akan bergerak mundur menjauh untuk mendapatkan penglihatan global (bird’s-eye view). Lalu, saya memikirkan, secara kreatif, bagaimana hasil-hasil tersebut bisa saya hubungkan, bisa dibuat menjadi struktur sederhana. Saya bisa mencoba beberapa struktur. Lalu, saya memikirkan bagaimana kontribusi saya bisa masuk ke antara studi-studi yang ada.

To know is one thing; to execute is another.

 

Jakarta, April 13, 2020

 

 

Fergyanto E Gunawan, Dr Eng
  1. Artikelnya menarik sekali pak

    • Waah, terima kasih bapak atas penghargaannya artikel tersebut ditulis oleh dosen kami, Fergyanto E Gunawan, Dr Eng berikut profil beliau: https://mie.binus.ac.id/feg/