Apa itu Green Supply Chain?

Perhatian terhadap isu terkait lingkungan dan sustainability mulai mendapatkan posisi yang penting dan menjadi prioritas yang perlu diperhatikan perusahaan [5]. Hal ini dikarenakan selain memberikan tampilan image yang baik kepada publik, mengimplementasikan prinsip-prinsip yang memprioritaskan isu ini juga dapat membantu mengurangi biaya operasional hingga meningkatkan potensi keberlanjutan bisnis [2]. Menghadapi permasalahan lingkungan dan sustainability bahkan menjadi salah satu prioritas utama millenium development goals yang ditetapkan United Nations [6]. Dalam ilmu manajemen rantai pasok, penerapan rantai pasok dengan memperhatikan isu lingkungan dan sustainability dikenal dengan green supply chain.  

Secara tradisional, tujuan supply chain management (SCM) berfokus pada pemaksimalan kepuasan konsumen, mengurangi biaya operasional, peningkatan pendapatan, dan profitabilitas bisnis. Seiring dengan perkembangan manajemen rantai pasok, tujuan SCM juga beradaptasi yaitu menuju penggunaan sumber daya yang lebih efisien (lean supply chain) dan lebih fleksibel dalam menghadapi perubahan permintaan ataupun pasokan (agile supply chain).

Implementasi lean supply chain memiliki irisan dengan green supply chain dimana dapat diasumsikan bahwa penggunaan sumber daya yang lebih hemat dan efisien akan berdampak baik pada lingkungan dan sustainability. Beberapa contoh yang dapat diberikan misalnya: ketika perusahaan melakukan optimasi penggunaan armada transportasinya dengan pemilihan rute yang efisien, dapat diharapkan bahwa emisi karbon yang dihasilkan akan menurun. Berikutnya, perusahaan dapat mempertimbangkan opsi-opsi ramah lingkungan yang sudah semakin feasible untuk diterapkan misalnya penggunaan kendaraan berbahan bakar biogas, biodiesel, bahkan kendaraan listrik. Contoh lain terkait penggunaan kemasan yang lebih ramah lingkungan seperti mengganti plastik dengan alternatif seperti bioplastic

Aktivitas yang berada dalam ranah manajemen rantai pasok sangat luas karena aktor yang terlibat bisa jadi cukup banyak diantaranya supplier, pabrik, distributor, retailer, dan customer. Agar lebih simpel, artikel ini membahas penerapan green supply chain dari perspektif strategis dan strategis operasional [1]. Perspektif strategis artinya keputusan yang dilakukan terkait green supply chain yang memiliki efek jangka panjang bagi perusahaan, sedangkan perspektif operasional artinya keputusan yang memiliki efek pada kegiatan keseharian terkait rantai pasok.

Green Supply Chain Perspektif Strategis

Produk Berorientasi Lingkungan

Desain produk atau jasa merupakan salah satu aktivitas strategis dalam supply chain. Hal ini karena, aktivitas ini akan menentukan banyak hal dalam jangka panjang bagi perusahaan diantaranya investasi mesin, fasilitas pabrik, hingga pemilihan pemasok bahan baku. Terminologi produk berorientasi lingkungan atau produk ramah lingkungan dalam bahasa inggris sering disebut design for the environment atau eco-design. Kategori produk ramah lingkungan saat ini dari perspektif produsen masih memiliki konotasi produk yang biaya produksinya mahal sehingga harga jualnya mahal dan tidak diminati konsumen. Oleh karena itu pertimbangan rantai pasok sangat diperlukan untuk mencapai produk yang ramah lingkungan namun tetap feasible secara perhitungan ekonomis [3].

Pada prinsipnya perancangan produk eco-design memperhatikan tahapan atau siklus produk mulai dari pencarian bahan baku, pembuatan, hingga proses pengolahan limbah yang dihasilkan ketika produk telah selesai digunakan. Salah satu contoh menarik dapat kita lihat dari kemasan air mineral.

Mayoritas kemasan air mineral adalah botol plastik dimana terdiri dari 3 bagian yaitu tutup plastik, badan botol, dan label plastik untuk informasi produk dimana ketiga bagian tersebut menggunakan tiga tipe plastik yang berbeda dan membutuhkan mekanisme daur ulang yang terpisah. Berdasarkan prinsip eco-design tentu hal ini sangat tidak sesuai. Selain itu botol plastik seharusnya diproduksi menggunakan daur ulang botol-botol yang sudah dibuat sebelumnya. Pada prakteknya ini sulit dilakukan karena faktor biaya yang cukup besar. Salah satu terobosan yang patut dicontoh dalam upaya pengurangan botol plastik ini adalah hal yang dilakukan pada kerjasama danone-aqua. Kerjasama ini menghasilkan desain kemasan botol baru yang lebih eco-friendly dimana botol diproduksi dari daur ulang botol-botol yang sudah pernah digunakan. Terlebih lagi desain sudah menghilangkan label plastik yaitu salah satu bagian plastik yang sebetulnya tidak terlalu penting bagi produsen dengan merek ternama seperti danone dan aqua. Terakhir tentunya produk tersebut harus juga memenuhi standar sanitasi dan kesehatan lainnya berdasarkan BPOM, Halal, SNI dan FSSC 22000 [7].

Gambar 1 Desain produk eco-design dari aqua

Analisa Siklus Hidup Produk

Siklus hidup suatu produk secara umum adalah peluncuran, berkembang, penerimaan pasar, kemudian penurunan. Penerapan analisis dampak produk pada lingkungan sepanjang siklus hidupnya sering terhambat karena sulitnya melakukan pengukuran kinerja akan hal ini. Para peneliti dan pelaku industri dapat memanfaatkan metode pengukuran untuk mengevaluasi dampak lingkungan yang ditimbulkan akibat supply chain dari produk yang dihasilkan menggunakan life cycle assessment khususnya yang terkait lingkungan yaitu life cycle sustainability assessment (LCSA) [8]. 

Dalam setiap fase atau siklus hidup suatu produk, biasanya terdapat limbah yang mungkin tidak termanfaatkan ataupun berimplikasi buruk bagi lingkungan. Prinsip green supply chain untuk pengelolaan limbah dapat dilihat dari jargon 3R yaitu reduce, reuse, recycle. Jadi, pada prinsipnya sebisa mungkin dalam keseluruhan siklus hidup dari produk akan melakukan minimasi sumber daya, bahan baku, dan waste (reduce). Kemudian segala sesuatu yang memang bisa digunakan kembali sebaiknya diusahakan agar tetap dimanfaatkan (reuse). Terakhir yang seringkali terlewatkan adalah setelah masa pakai suatu produk berakhir atau pada end of life dari suatu produk harus benar-benar dipikirkan bagaimana mekanisme recycle atau pengolahan limbahnya.

Green Supply Chain Perspektif Operasional

Kegiatan operasional yang ada dalam ranah SCM sangat beragam. Dua kegiatan yang berkontribusi besar pada total biaya rantai pasok adalah kegiatan produksi dan transportasi. Dalam green supply chain terdapat juga konsentrasi pada kegiatan produksi dan transportasi yang dikenal dengan green manufacturing dan green logistics.

Terkait kinerja rantai pasok, salah satu framework yang lumrah digunakan untuk melakukan pengukuran performa supply chain adalah The Supply Chain Operations Reference (SCOR). SCOR model dikembangkan oleh the American Production and Inventory Control Society (APICS)[9]. Model ini merangkum berbagai aspek, level aktivitas, dan matriks performa yang berbeda antara satu rantai pasok dengan rantai pasok lainnya. Model SCOR disusun berdasarkan penggolongan proses aktivitas rantai pasok menjadi lima kategori yaitu: Plan, Source, Make, Deliver, dan Return.  Dalam pengembangannya model ini juga dapat digunakan untuk melakukan pengukuran kinerja green supply chain

Gambar 2 SCOR Model

Green Manufacturing / Production

Manufaktur adalah salah satu bagian utama dalam manajemen rantai pasok. Green manufacturing adalah sebuah metode dalam manufaktur untuk meminimalisir limbah dan polusi melalui desain produk dan proses dengan tujuan utama adalah untuk berkelanjutan. Proses. . Jannah et.al.[8] dalam laporannya menyampaikan beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam green manufacturing adalah:

  • Barang/jasa yang diproduksi oleh perusahaan adalah produk yang ramah lingkungan
  • Pencegahan dari polusi pada sumber dicapai untuk proses produksi
  • Praktik produksi yang lebih bersih diikuti oleh penggunaan teknologi yang ramah lingkungan
  • Penggunaan kembali dan daur ulang bahan yang digunakan

Salah satu mekanisme yang dapat diikuti oleh sebuah perusahaan dalam implementasi green manufacturing adalah menerapkan standar yang sudah diakui internasional diantaranya ISO 14000. ISO 14000 dan turunannya merupakan panduan yang mendeskripsikan standar evaluasi untuk produk / proses dengan pertimbangan pengelolaan lingkungan yang baik.

Green Logistics

Kegiatan-kegiatan logistik bisa dikategorikan menjadi inbound logistics dan outbound logistics. Inbound logistics terkait pengaturan masuknya barang ke perusahaan seperti contohnya bahan baku dari pemasok. Outbound logistics terkait pengaturan distribusi barang keluar dari perusahaan seperti transportasi produk ke gudang, distributor, atau langsung ke pelanggan. Procurement adalah salah satu kegiatan utama dalam inbound logistics. Procurement terkait kegiatan mengatur proses pengadaan barang mulai dari pemilihan supplier hingga pembelian barang. Procurement memiliki peran penting dalam fungsi bisnis, Achilas [2] melaporkan bahwa secara tidak langsung berkontribusi 50-70% pada harga jual suatu produk karena biaya pentingnya mendapatkan biaya bahan baku yang efisien. 

Implementasi green SCM pada procurement juga diistilahkan dengan green procurement. Green procurement dalam hal ini menggunakan prinsip ramah lingkungan dan sustainability pada aktivitas pengadaan. Beberapa contohnya adalah pemilihan supplier yang juga memiliki semangat yang sama yaitu ramah lingkungan dan memilih sumber bahan baku yang memiliki efek yang kecil terhadap kerusakan lingkungan.

Kegiatan seperti transportasi dan distribusi termasuk pada bagian outbound logistics. Terminologi green transportation digunakan untuk merepresentasikan pengaturan kegiatan transportasi dengan fokus mengurangi efek buruk transportasi terhadap lingkungan. Transportasi sering menjadi sorotan sebagai polutan yang signifikan karena emisi yang dihasilkan antara lain adalah karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), berbagai senyawa hidrokarbon (HC), berbagai oksida nitrogen (NOx), dan sulfur (S0x), dan partikel debu termasuk timbal (PB). Secara umum bisa dikatakan green transportation memiliki tujuan utama seperti: mengurangi total energi yang dikonsumsi untuk kegiatan transportasi, mengurangi carbon footprint yang dihasilkan kegiatan transportasi, dan kegiatan lainnya yang terkait pelestarian lingkungan.

Beberapa trend yang berkembang terkait green transportation diantaranya:

  1. Memanfaatkan moda transportasi yang efisien dan memanfaatkan agregasi transportasi multimodal.
  2. Menggunakan bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan seperti biofuel.
  3. Menggunakan alternatif kendaraan listrik.
  4. Menggunakan third party-logistics yang menawarkan solusi green transportation seperti: telematics, carbon dashboard, dan carbon tracking.

Salah satu bagian dari logistik yang sering terlupakan adalah arus balik barang dari hilir ke hulu rantai pasok yang disebut reverse logistics. Contoh dari kegiatan reverse logistics adalah retur barang, perbaikan barang, ataupun program yang memang disediakan oleh perusahaan sebagai salah satu program perusahaan untuk melakukan recycle dari limbah yang dihasilkan produk akhir mereka. Reverse logistics juga sering menjadi bagian dari green logistics karena perannya yang saling mendukung untuk program ramah lingkungan.

Pengukuran Kinerja Green Supply Chain

Model SCOR dapat dilakukan untuk melakukan evaluasi kinerja green supply chain dimana pengembangan modelnya disebut green SCOR. Zaroni [4] menuliskan beberapa pengembangan ukuran kinerja diantaranya sebagai berikut.

 

Plan
  • Biaya ketaatan lingkungan
  • Biaya energi per unit
Source
  • Persentase bahan bakar kendaraan yang berasal dari bahan bakar alternatif
  • Persentase pemasok yang memiliki sistem EMS atau sertifikasi ISO 14001
Make
  • Persentase bahan bakar pengemasan yang dapat didaur ulang
  • Limbah berbahaya sebagai persentase dari total limbah
Deliver
  • Biaya bahan bakar sebagai persentase biaya pengiriman
  • Persentase transporter yang memenuhi kriteria pelestarian lingkungan
Return
  • Biaya disposal sebagai persentase total biaya pengadaan
  • Produk retur yang dibuang berbanding produk retur yang didaur ulang
Enable
  • Rasio pencegahan polusi
  • Efisiensi energi perlengkapan

Kesimpulan

Dalam artikel ini telah dibahas secara ringkas definisi green supply chain berdasarkan perspektif strategis dan operasional. Dari perspektif strategis membahas tentang prinsip-prinsip green supply chain dapat dimulai dari mengevaluasi produk dan siklus hidup produk yang dihasilkan perusahaan agar dapat berorientasi lingkungan. Terkait perspektif operasional telah dibahas pertimbangan lingkungan dan sustainability dalam kegiatan supply chain yang kemudian dikenal sebagai green manufacturing dan green logistics

Artikel ini diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum terkait green supply chain. Bagi berminat untuk mempelajari lebih dalam terkait konsep dan implementasi green supply chain, materi ini dibahas pada beberapa mata kuliah yang ditawarkan Magister Teknik Industri Binus diantaranya: Supply Chain Modelling, Supply Chain & Logistics, dan Operations Management.

Referensi

  1. Srivastava, S. K. (2007). Green supply‐chain management: a state‐of‐the‐art literature review. International journal of management reviews, 9(1), 53-80.
  2. Achillas, C., Bochtis, D. D., Aidonis, D., & Folinas, D. (2018). Green supply chain management. Routledge.
  3. Sarkis, J., & Dou, Y. (2017). Green supply chain management: A concise introduction. Routledge.
  4. Zaroni (2015), Green Supply Chain & Logistics, Supply Chain Indonesia, https://supplychainindonesia.com/green-supply-chain-logistics/
  5. https://onlinelearning.binus.ac.id/industrial-engineering/post/mengenal-green-supply-chain-management-sebagai-bagian-kompetensi-global/ 
  6. United Nation (2015). Millennium Development Goals, https://www.un.org/millenniumgoals/environ.shtml 
  7. AQUA (2020), AQUA LIFE: Perwujudan Inovasi Kemasan Botol Daur Ulang Dari AQUA, https://www.sehataqua.co.id/aqua-life-perwujudan-inovasi-kemasan-botol-daur-ulang-dari-aqua/ 
  8. Finkbeiner, Matthias, et al. “Towards life cycle sustainability assessment.” Sustainability 2.10 (2010): 3309-3322.
  9. APICS, Supply Chain Operations Reference (SCOR) model, https://www.apics.org/apics-for-business/frameworks/scor 
  10. Jannah, B., Ridwan, A. Y., & Ma’ali El Hadi, R. (2018). Designing the Measurement of System Green Manufacturing Using SCOR Model in The Leather Tanning Industry. JRSI (Jurnal Rekayasa Sistem dan Industri), 5(02), 60-65.

 

Perwira Redi